Bahasa Isyarat Indonesia Sebagai Bahasa Resmi

Narasumber perayaan hari bahasa isyarat indonesia

Oleh Tim Media Pusdis Unhas

“Kita hidup dalam keberagaman bahasa dan warga atau komunitas Tuli adalah masyarakat linguistik yang minoritas. Sebagai warga minoritas linguistik, diskriminasi berbasis bahasa dihadapi warga Tuli. Untuk itulah, Pusat Disabilitas Unhas turut merayakan Hari Bahasa isyarat internasional dengan tema tunjukkan isyaratmu, dukung bisindo menjadi bahasa resmi.” 

Pernyataan dukungan terhadap bisindo diungkapkan Dr. Ishak Salim, Kepala Pusat Disabilitas Universitas Hasanuddin, kemarin 30 September 2024.

Pusat Disabilitas turut merayakan hari Bahasa isyarat Internasional dengan mengadakan diskusi terbuka umum berbentuk ‘Talkshow inklusif Menuju Pengakuan Bahasa Isyarat Sebagai Bahasa Resmi’ yang disambut antusias oleh berbagai masyarakat, talkshow ini dihadiri lebih seratus partisipan. Mengundang berbagai organisasi disabilitas dan instansi penting seperti lPPDI Sulsel, HWDI Sulsel, serta Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi sebagai bentuk keikutsertaan seluruh elemen masyarakat dalam menyuarakan dukungan. Falupy Mahmud, Ketua PPDI SULSEL menyatakan bahwa forum diskusi ini sangat penting. Sebagai organisasi payung bagi aneka ragam disabilitas, PPDI turut mendukung agar Bahasa isyarat Indonesia bisa didorong terus hingga ditetapkan sebagai bahasa resmi.

Susunan kepanitian dalam talkshow melibatkan teman Tuli, teman difabel dan Relawan Teman Difabel. Ketua yaitu Rezki, mahasiswa Tuli Prodi Pariwisata UNHAS, Hijrah sebagai sekretaris, mahasiswa Tuli, Departemen Ilmu Komunikasi UNHAS. Solidaritas dalam menyelenggarakan acara tidak hanya datang dari teman Tuli, panitia yang turut membantu kelancaran acara juga datang dari teman difabel dan Relawan Teman Difabel Pusat Disabilitas UNHAS. 

Selama sesi talkshow berlangsung, acara ini dipandu mahasiswa Relawan Teman Difabel, Khalis sebagai Master of Ceremony,  Michan dan Miftah sebagai moderator. Pembahasan dibawakan oleh Dr. Ikhwan M. Said, MHum, dosen dan pakar linguistik, Andi Arfan ketua Gerkatin Sulawesi Selatan, dan mahasiswa sekaligus Seniman Tuli, Fitrah Ramadhan. Untuk menambah keseruan, terdapat sesi entertainment di awal dan di akhir acara, berupa Pantomim dari dua mahasiswa Tuli Unhas, yakni Megarezky dan Sambil Rusydi dan penampilan vokal dari Tiara, teman difabel UNHAS. 

Sebagaimana dilansir oleh World Federation of the Deaf (WFD), tahun ini perayaan hari bahasa isyarat internasional mengusung tema: tunjukkan isyaratmu, dukung bahasa isyarat. 

Menurut Andi Arfan, bahasa isyarat tumbuh mulai dari bahasa ibu kemudian interaksi Tuli dengan Tuli lain. Seperti bahasa daerah pada umumnya, bahasa isyarat tiap daerah memiliki perbedaan masing-masing daerah, namun, menurut Fitrah Ramadhan, gestur dan ekspresi penutur dapat merobohkan halangan bahasa kemudian menyatukan makna setiap isyarat. Bahasa isyarat tidak sebatas isyarat tangan tapi juga sangat didukung oleh gerak tubuh, ekspresi dan emosi. 

Pembahasan kian menarik, Dr. Ikhwan juga mengungkapkan bahwa riset linguistik mengenai bahasa isyarat masih jarang ditemukan dan terkesan belum tersentuh oleh akademis, namun riset mengenai budaya Tuli, terutama terkait bagaimana cara Tulis menulis, dan membuat karya tulisan, penelitian ini sudah pernah dilakukan oleh civitas akademis. Melalui pengamatan Dr. Ikhwan, tata bahasa Tuli yang menggunakan Whatsapp Group terbilang sudah cukup bagus serta dapat dipahami. Memang, dalam banyak pandangan keliru, beranggapan Tuli buruk dalam menulis, seperti penggunaan kalimat yang tidak beraturan, namun nyatanya Tuli pun pandai juga dalam penulisan. 

Seorang aktivis dan intelektual Tuli Jakarta, Adhi Bharoto, pandangan seperti itu sebenarnya adalah mitos. Tuli pun dapat menulis sebaik pengguna bahasa verbal. Contoh nyata kepiawaian Tuli dibuktikan oleh Fitrah Ramadhan, seorang Tuli dapat menjadi Seniman. Menurut Fitrah, Tuli tidak hanya memperlancar komunikasi menggunakan bahasa isyarat tetapi juga perlu mengembangkan kemampuan dalam hal membaca dan menulis. Tapi, ini bukanlah hal mudah, justru merupakan perjuangan sulit, namun, dengan lingkungan yang mendukung, maka Tuli di Makassar dan khususnya di UNHAS dapat memaksimalkan kemampuan literasinya. 

Falupy Mahmud, Ketua PPDI SULSEL menyatakan bahwa forum diskusi ini sangat penting. Sebagai organisasi payung bagi aneka ragam disabilitas, PPDI turut mendukung agar Bahasa isyarat Indonesia bisa didorong terus hingga ditetapkan sebagai bahasa resmi.

Kabar Terkini

Accessibility
Font Size
Line Height
Letter Spacing
×
GDPR Notice:

This plugin uses cookies to enhance your experience and provide personalized accessibility settings. These cookies are stored in your browser and allow us to remember your preferences for font size, color schemes, and other accessibility features. By using this plugin, you consent to the use of cookies for these purposes. You can delete or block cookies in your browser settings at any time. Please note that doing so may affect your experience on the site.