Oleh Sri Miftahul Jannah Hamid, Manajemen, A021221017

Bulan Ramadhan menyapa, kehangatannya menerpa. Pusat Disabilitas Universitas Hasanuddin (Pusdis Unhas) menyambut bulan suci umat Islam dengan mengadakan buka bersama di Hotel UNHAS. Namun, apakah prosesnya sesederhana itu? Hmm, rumit tapi menyenangkan. Saya, Sri Miftahul Jannah Hamid, relawan Pusat Disabilitas Universitas Hasanuddin, akan menjelaskan persiapan Pusat Disabilitas menyambut bukber hingga penutupan yang manis.
Agenda buka bersama bukan hal baru bagi Pusdis. Tahun ini adalah tahun kedua Pusdis Unhas melaksanakannya, jadi kami sudah memiliki gambaran bagaimana acara ini akan berjalan. Rancangan susunan panitia dilaksanakan di kantor Pusat Disabilitas. Awalnya, saya tidak mendapatkan posisi sebagai panitia karena saya sedang sibuk, sehingga merasa takut keteteran. Tak lama setelah rapat selesai, grup WhatsApp mulai ramai karena notulensi hasil rapat telah dibagikan. Banyak yang ingin ikut kepanitian dan ada juga yang ingin mengganti divisi.
Suasana grup yang ramai membuat saya merasa FOMO. Berdasarkan pengalaman, kepanitiaan di PUSDIS selalu berjalan dan berakhir menyenangkan. Saya takut menyesal melewatkan keseruan ini. Didorong rasa FOMO, saya akhirnya mengajukan diri. Tebak divisi apa? Pubdok, publikasi dan dokumentasi. Saya sudah pernah bergabung dengan divisi ini di PUSDIS, dan karena anggotanya masih sama, saya yakin pasti akan sama menyenangkannya seperti sebelumnya.
Seperti kilat menyambar, waktu pun berjalan sangat cepat. Rapat kedua akhirnya tiba. Rapat ini nyaris tak saya datangi, sebab ada agenda bukber di Kota Maros, jauh dari tempat rapat. Sore itu, sebelum berangkat ke agenda lainnya, saya sudah meminta izin kepada koordinator Pubdok, Gio. Izin saya bukan karena tak dapat hadir, tetapi karena akan telat hadir. Saya yakin, PUSDIS pun akan tetap ramai hingga jam 10 malam. Saat pulang dari tempat bukber, hujan turun. Dengan jarak 14 KM dari Kantor PUSDIS, saya memutuskan memesan Gocar karena akan basah jika memakai motor. Langit hujan, tetapi malam itu jalanan bersahabat. Walaupun hujan dan padat lalu lintas, syukurnya tidak ada kemacetan, seolah paham bahwa saya mengejar waktu untuk ikut rapat.
Rapat kedua membahas banyak hal penting, mulai dari nama acara, tema, hingga mekanisme acara. Sebelumnya, sebenarnya PUSDIS mengadakan bukber pada hari itu, namun saya tidak ikut, jadi tidak ada momen yang dapat saya jelaskan mengenai hal tersebut. Saat pemilihan nama acara, saya iseng membisikkan saran nama kepada Khalis, yaitu CERIA. Ada lebih dari 5 saran nama yang bersaing memperebutkan keputusan akhir. Tak saya sangka, nama yang saya sarankan mendapat suara terbanyak. Akhirnya, Tim PUBDOK mulai mengerjakan desain satu per satu, namun kami terkendala di tempat pelaksanaan. Ada dua tempat yang menjadi opsi: pertama, Hotel UNHAS, dan jika tidak bisa, Taman Inklusif Jalinan Jiwa menjadi pilihan terakhir. Optimis, kami berhasil mendapatkan dukungan UNHAS untuk mengadakannya di Hotel UNHAS.
Nama acara, tema, dan tempat sudah aman, tetapi ada satu yang ketinggalan, yaitu tanggal pelaksanaan. Surat Rektor menyebutkan bahwa perkuliahan dua minggu sebelum lebaran akan dilaksanakan secara daring, ini membuat kami kesulitan menentukan tanggal. Kami cukup lama memperdebatkannya karena banyak yang tidak bisa hadir jika tanggalnya 17 Maret 2025. Beberapa teman panitia sudah pulang kampung, sedangkan tanggal 15 Maret dirasa terlalu cepat, kurang dari 5 hari lagi.
Kekompakan mengambil peran penting, kami memutuskan untuk memilih 15 Maret 2025 dengan keyakinan bahwa semuanya dapat rampung dalam waktu kurang dari 4 hari dengan kerjasama tim antar panitia. Kami mulai berlatih lagu dengan bahasa isyarat, dipimpin Kak Fitrah, yang diikuti banyak teman-teman PUSDIS. Alif pun ikut belajar lagu dengan bahasa isyarat, bersama-sama belajar untuk menampilkan yang terbaik.
Malam sebelum acara dimulai, malam Jumat, kami kembali berlatih di Taman Inklusif Jalinan Jiwa. Karena saya mendapatkan peran di drama, malam itu saya habiskan untuk latihan drama bersama teman-teman panitia. Sejujurnya, saya merasa bermain drama tidaklah sulit, karena bagian saya sedikit dan sederhana. Namun, ada saran agar lebih ekspresif yang membuat saya cukup kewalahan dan malu. Malam itu latihan hingga larut malam, kami terus berdiskusi bagaimana cara agar penampilan menjadi lebih baik dan realistis. Tubuh tak dapat berbohong, saya dan yang lain sudah cukup kelelahan, akhirnya kami memutuskan untuk mencukupkan sesi latihan walau rasanya belum maksimal, dengan harapan esok pagi akan kembali berlatih.
Walaupun musim di Makassar dan sekitarnya sedang tidak stabil, beberapa hari sebelumnya kerap hujan seharian, tetapi hari itu terang tanpa hujan. Saya datang mepet waktu. Selepas datang, ada rasa malu karena teman-teman memakai warna hijau yang berbeda dengan yang saya kenakan. Perbedaan warna baju? Cukup menyesal karena datang telat sehingga sudah tidak ada waktu untuk pulang dan menggantinya. Selepas datang, tim drama langsung melakukan gladi bersih pementasan. Akhirnya, persiapan selesai, acara CERIA: Cerita Relawa, Iftar Inklusif dan Aksesibel kemudian dibuka oleh Fathir dan Kak Nabila selaku MC.

Menjadi Pubdok berarti harus siap sedia mengabadikan setiap momen. Saat itu ada 4 tim Pubdok yang bertugas: Gio dengan kamera, Alya dengan live report, Alan sebagai operator, dan saya sebagai orang yang mengabadikan melalui handphone. Jujur, saya dan Gio cukup lelah mengambil foto dan video. Ketika saya mengambil video, harus stabil, maka saya harus memegang kamera tanpa gerak, dan durasi videonya di atas 3 menit dengan posisi yang sama. Di sela-sela acara, Gio ketiduran ketika sedang beristirahat, bukti jerih payah panitia yang tulus.
Kalau ditanya, “Berapa banyak kenangan yang membekas begitu dalam di benakmu?” Jawabannya sulit. Begitu banyak hal yang sangat pantas untuk dikenang hingga nanti rambut memutih.
Saat acara berlangsung, banyak hal yang terjadi, contohnya ulang tahun Bunda Ida yang dirayakan bersama. Awalnya, teman-teman PUSDIS menyanyikan lagu dengan bahasa isyarat. Sesuai kesepakatan, hanya satu lagu, tetapi setelah lagu selesai, tiba-tiba teman-teman di atas panggung menambahkan lagu yang sebelumnya tidak dipilih. Lagu itu dinyanyikan dan tak lupa menggunakan bahasa isyarat. Namun, belum sampai di tengah-tengah lagu, video terputar, menampilkan video persembahan dari anak-anak PUSDIS.
Isi videonya mengharukan, kumpulan foto dan video Bunda Ida selama berkegiatan di PUSDIS, kemudian terdapat ucapan dari teman-teman PUSDIS. Ini sangat mengharukan; banyak yang menitikan air mata. Saya dan Gio saat itu sedang mengambil video dan foto suasana juga tak luput dari rasa haru. Gio banyak mengeluarkan air mata dan saya menitikan air mata walau tak banyak—mungkin 2 tetes.
Kami sempat saling memandang saat itu, dan saya menitikan air mata karena lucu melihat Gio menangis berurai air mata. Awalnya, saya pikir hanya Gio yang menangis begitu banyak, ternyata yang lain malah lebih deras. Andika dan Taufik menangis hingga wajah mereka memerah, tetapi di atas semua itu, Bakir lah yang paling menangis di antara semuanya, mengalahkan Bunda Ida dan Kak Ishak.
Bakir menangis begitu deras dengan durasi lama hingga ditenangkan oleh teman-teman lain. Bahkan ketika kami semua telah kembali tersenyum, dia masih hanyut dalam rasa haru. Semua teman-teman PUSDIS memiliki hati yang lembut, kan?
Acara kembali berlangsung, ada talkshow dari narasumber yang menambah pengetahuan kami mengenai kerelawanan dan pengalaman dari orang tua teman difabel yang membagikan pengalaman mereka. Saking asiknya, waktu berbuka tanpa terasa mendekat. Rangkaian acara ditutup jam 18.10 WITA, kemudian MC mengarahkan peserta untuk mulai mengambil makanan dan minuman secara teratur untuk buka puasa. Suasana buka terasa seru, banyak cerita dan canda. Teman-teman relawan banyak mengambil foto dan suara tawa mereka menjadi pelengkap membangun suasana.
Selepas acara, banyak tamu undangan yang pulang, tersisa beberapa relawan yang masih dengan kegiatan berfoto dan video. Sementara banyak yang berfoto, saya dan Ara mulai bernyanyi. Mula-mula hanya Ara, kemudian saya ikut bergabung. Kami bernyanyi bersama menyanyikan lagu-lagu Indonesia. Kemudian Jun turut bergabung juga. PUSDIS yang lekat dengan karaoke bersamanya, tak heran kemudian yang ikut bernyanyi semakin banyak. Kami bernyanyi bersama-sama hingga waktu menunjukkan pukul 20.00 malam.
Kami memutuskan untuk pulang karena tidak enak membuat staf hotel menunggu lebih lama. Kami berjalan bersama untuk kembali ke PUSDIS, dan saat di PUSDIS pun kami masih bertukar cerita pengalaman selama acara tersebut berlangsung. Semua bahagia dalam kehangatan, rasa senang tak terbendung, kami berhasil menutup acara dengan sukses.



Epilog
Malam itu, kami pulang dengan kaki lelah tapi hati berbunga-bunga. CERIA bukan sekadar acara—ia adalah bukti bahwa kerja keras, air mata, dan tawa bisa menyatu dalam satu kisah yang takkan pernah kami lupa.
“Sampai tahun depan, Ramadhan! PUSDIS siap berkreasi lagi!”
Untuk kalian yang ingin merasakan pengalaman seru sekaligus bermakna seperti ini, yuk join jadi relawan PUSDIS! Karena di sini, setiap detiknya adalah cerita yang layak untuk dijalani.




















