Ditulis Oleh:
Muh Ilham, Relawan Pusdis Unhas, Madif Ilmu Komunikasi, Unhas

Tidak terasa momentum Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2025 sudah semakin dekat. 3 Desember ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperingati dan memperjuangkan hak-hak masyarakat dengan disabilitas. Sejak tahun 1992, PBB telah menetapkan 3 Desember sebagai Hari Disabilitas Internasional. Berbagai lapisan masyarakat, unsur pemerintah, dan tentu saja organisasi penyandang disabilitas (OPDIS) turut merayakan momen ini dengan gagasan untuk memproduksi pengetahuan tentang disabilitas agar terciptanya masyarakat inklusif.
Serangkaian perayaan mewarnai momen HDI di tiap tahunnya. Mulai dari festival budaya yang menampilkan pengetahuan disabilitas dalam pementasan, sampai berbagai audiensi advokatif yang dilakukan untuk merancang regulasi berbasis hak individu dengan disabilitas.
Apa Itu HDI Menurut Saya?
Saya bukan seorang Disability Expert. Saya juga bukan aktivis disabilitas yang suaranya sudah didengar oleh publik. Saya hanya seorang mahasiswa yang kebetulan mengalami kondisi sosial yang disebut disabilitas. Saya adalah seorang disabilitas sensorik penglihatan (Low Vision). Teman-teman di asrama sering bilang tunanetra Low Vision. Dalam bahasa orang awam, mereka sering bilang buta, kappe, atau trna cini. Apa pun bahasanya, itulah dinamika yang sekarang kita hadapi. Mau kita dibilang disabilitas sensorik, tunanetra, atau bahkan buta sekalipun, tidak ada gunanya. Partisipasi dan cara kita melakukan sering kali diabaikan, kerewelan kita sering dianggap berlebihan. Dan saat kita marah, banyak yang merasa lebih benar dan lebih tahu bagaimana kondisi orang dengan disabilitas. Ya, begitulah realitas yang tiap hari saya temukan sebagai orang yang masih belajar dalam isu ini.
Namun, penting untuk diingat bahwa pengalaman individu saya tidak terlepas dari konteks sosial yang lebih luas. Keterbatasan yang saya hadapi sering kali diperparah oleh sikap dan kebijakan masyarakat yang tidak inklusif. Oleh karena itu, penting untuk mendorong perubahan struktural yang memungkinkan penyandang disabilitas untuk berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat.
Saya tidak tahu mau mengarahkan tulisan ini ke mana. Tapi yang jelas, saya sampai sekarang masih belajar.
Pada tahun 2023, saya diterima di Universitas Hasanuddin melalui Jalur Disabilitas. Tidak lolos jalur tes menjadi alasan saya mencoba daftar Jalur Disabilitas. Selain itu, Unhas adalah kampus favorit saya. Saya masuk Unhas bertepatan dengan dibentuknya Pusat Disabilitas Unhas. Saat itu, saya dibantu oleh seniorku, Lala, dan suaminya untuk mendaftar dengan mengisi link Aswen awal. Setelah itu, saya bertemu dengan orang-orang hebat: Kak Ishak Salim (aktivis disabilitas yang dipercaya menjadi Kepala Pusat Disabilitas/PUSDIS Unhas), Bunda Ida (partner Kak Ishak sekaligus Bunda Pusdis dan relawan), Ibu Icha (Sekretaris Pusdis yang bisa mempermudah semua urusan kami waktu masih Maba), dan Ibu Aya Nurdin (pengidap epilepsi yang menjadi mentor dan motivator untuk kami menjalani awal perkuliahan sebagai mahasiswa). Dan banyak lagi orang hebat yang membantu saya melewati awal-awal perkuliahan.
Saat saya masuk Unhas, Pusdis baru berdiri. Hanya 4 orang Maba disabilitas yang tercatat, dan ada 3 lainnya yang sudah lebih dulu masuk Unhas, termasuk seniorku, Lala. Saya banyak belajar dari Kak Ishak dan Bunda Ida, terutama bagaimana kerelawanan dan aktivisme produksi pengetahuan disabilitas bekerja.
Awalnya kami hanya tim kecil berisi Maba disabilitas, beberapa mahasiswa disabilitas senior, staf Pusdis, dan beberapa relawan awal yang menemani kami di masa-masa awal Pusdis berdiri. Setelahnya, kami berpikir agar kebutuhan pendampingan mahasiswa disabilitas dapat terpenuhi. Dibentuklah Relawan yang oleh Kak Ishak dan Bunda dinamakan Relawan Teman Difabel. Maknanya sangat dalam menurutku karena arti dari nama ini adalah bahwa penyandang disabilitas (difabel) dan pendamping adalah sama-sama mahasiswa Unhas, dan mereka berteman karena saling membutuhkan.
Pada 19 Oktober, Relawan Teman Difabel di-launching. Sebanyak 150 peserta mendaftar untuk mengikuti launching ini, dan dari situ, sebanyak 97 orang mengisi formulir pendampingan untuk nantinya dibuatkan jadwal masing-masing. Tim sudah aman. Relawan juga sudah terbentuk. Saatnya kita action untuk mengadakan event yang belum pernah dilaksanakan di Unhas sepanjang 70 tahun kampus ini berdiri.
Momentum HDI 2023 adalah momen yang tepat. Pada 22 November, seminggu setelah Kak Ishak dan Bunda Ida kembali dari Melbourne, dibentuklah Tim Kepanitiaan HDI Unhas. Waktu itu, kami banyak yang pesimis mengingat pelaksanaan HDI sudah semakin dekat dan kepanitiaan baru terbentuk saat itu. Tapi, plot twist-nya, semua bisa berjalan dengan baik, meskipun semua komponen kampus harus dibuat bergerak cepat dalam menampung ide besar kami.
Tema dan Kegiatan HDI 2023
HDI 2023 Pusdis Unhas mengangkat tema besar: EqualRise Fiesta, Connected Dream Building for Inclusion Network (Menghubungkan Mimpi Membangun Masyarakat Inklusif). Kegiatan ini kami bagi ke dalam 5 item besar. Dalam waktu hanya 1 minggu setelah panitia terbentuk, HDI di Unhas resmi dibuka oleh WR IV Bidang Inovasi, Kewirausahaan, Kemitraan, dan Bisnis, Prof. Eng. Adi Maulana, S.T., M.Phil.
Hari Pertama (29 November): Fokus kegiatan adalah ‘Jurnalisme dan Disabilitas’: bagaimana media memberitakan disabilitas, serta penggunaan diksi yang baik agar difabel tidak mendapatkan diskriminasi secara tidak langsung.
Hari Kedua (30 November): Pentas Seni Disabilitas dan Cerita-Cerita Mahasiswa Disabilitas. Acara ini fokus pada bagaimana bakat dan keterampilan teman-teman difabel ditunjukkan. Dalam acara ini, ada siswa-siswa SLB-A Yapti yang menampilkan permainan band musikalisasi puisi, ada penampilan pantomim oleh komunitas teman tuli, dan penampilan lainnya yang memeriahkan acara itu.
Hari Ketiga (1 Desember): Talkshow Literasi dan Disabilitas. Menghadirkan tokoh literasi Sulawesi Selatan, Penulis Novel Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau, M. Aam Mansur. Hal ini bisa terwujud karena Om Aam juga merupakan pemerhati isu disabilitas yang fokus ke literasi dan difabel. Ada juga Kak Fitra, penulis dari teman tuli yang juga adalah temanku sesama Maba Unhas. Tidak bisa dipungkiri, Kak Fitra memang keren karena sudah dipercaya untuk membawakan talkshow satu meja dengan Aam Mansur.
Hari Keempat (2 Desember): Talkshow Kesehatan. Dalam kegiatan ini, kami mengadakan pemeriksaan kesehatan secara gratis pada mahasiswa disabilitas, serta menghadirkan tenant-tenant dari SSDI (Sahabat Sindroma Down Indonesia).
Hari Kelima (3 Desember): Puncak acara. Kemeriahan Kampanye HDI di CFD Unhas. Acara ini langsung dihadiri oleh Rektor Unhas, Prof. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Acara dibuka dengan jalan santai mengelilingi CFD Unhas sambil membawa poster Kampanye HDI 2023, dan dilanjutkan dengan penampilan Chekend Dance oleh adik-adik SSDI, serta berbagai penampilan hiburan lainnya yang memeriahkan acara pada hari itu. Alhamdulillah, semua kegiatan yang saya tuliskan tadi didokumentasikan dengan baik oleh Unhas TV.
Satu kata yang bisa saya ucapkan setelah perayaan HDI yang penuh dengan dag dig dug serr: Luar Biasa. Semangat kami untuk mengadakan festival pengetahuan disabilitas tidak bisa dihalangi oleh waktu yang mepet. Ide besar akan melahirkan gagasan yang besar. Itu yang saya percaya. Dan itu yang ditunjukkan Kak Ishak dan Bunda kepada kami. Di mana ada niat yang baik, di situ pasti ada hasil yang baik pula.
Kami diarahkan oleh Kak Tendri sebagai Ketua Panitia HDI dadakan. Meskipun kini Pusdis sudah punya jaringan kerelawanan yang kuat, kesan HDI 2023 masih terasa setiap kami membuat event tentang kampanye kesetaraan untuk inklusi.
Arti HDI Bagi Saya
Sekarang, apa arti HDI? Sepanjang 2 tahun berdiri, Pusdis Unhas telah banyak melahirkan gagasan progresif yang mengarahkan ‘Kampus Merah’ menjadi inklusif. Mulai dari Neurodiversity dengan Pendekatan Partisipatif, Tourism For All, sampai ke Inclusive Society Fest. Ada satu kesamaan dari semua itu: mewujudkan masyarakat inklusif untuk percepatan kemajuan sosial.
Namun, penting untuk diingat bahwa pencapaian ini harus diiringi dengan upaya yang lebih besar untuk mengatasi hambatan struktural yang masih ada. Kebijakan yang mendukung inklusi harus terus diperjuangkan agar tidak hanya menjadi slogan, tetapi menjadi kenyataan yang dirasakan oleh semua penyandang disabilitas.
Tahun ini, PBB telah menetapkan Tema HDI 2025. Dan percaya atau tidak, tema itu telah dilakukan oleh Unhas selama 2 tahun terakhir. Tema Hari Disabilitas Internasional 2025 adalah ‘Fostering disability inclusive societies for advancing social progress’ (Menciptakan masyarakat inklusif disabilitas untuk memajukan kemajuan sosial).
Bagi saya, HDI bukan sekadar perayaan, bukan juga sekadar ajang seremonial tahunan. HDI adalah momen reflektif yang kita peringati setiap tahun untuk mempertanyakan seberapa amanah kita terhadap gagasan yang kita sampaikan. Ini adalah kesempatan untuk mengevaluasi sejauh mana kita telah berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif. HDI bagi saya adalah momen untuk merayakan keberagaman identitas, bukan momen untuk saling memamerkan kualitas. Tahun ini, Pusdis tidak merayakan HDI secara formalitas, tetapi semangat HDI terus mengalir di dalam jiwa mahasiswa disabilitas, relawan, staf, serta semua unsur yang membantu Pusdis dari awal terbentuk sampai sekarang.Selamat HDI 2025! Mari kita jaga kekompakan serta kerja sama kita untuk makin ‘rewel’ dalam menciptakan gagasan-gagasan baru dalam mengembangkan lingkungan kampus yang lebih inklusif. Mari kita terus berjuang untuk memastikan bahwa suara penyandang disabilitas didengar dan diakui dalam setiap aspek kehidupan.



